Jam weker menunjukan jam 3 dini
hari. Seorang pria berbaring menatap langit-langit kota Malang. Dia berusaha
membiarkan khayalannya terbang bebas. Setiap kali selesai dengan satu rangkaian
pemikiran, dia berusaha untuk bertanya kepada dirinya sendiri, mengapa.
Mungkin ada sesuatu yang dia
usahakan untuk menemukannya?
Kalau saja dia tidak bisa
menikmati gelapnya dunia, dia mungkin telah menyelinap ke dunia impian. Sedikit
menakutkan pikirannya.
Semakin santai dan semakin
terbuka dirinya terhadap pemikiran-pemikiran serta imaji-imaji yang datang
dengan bebas, semakin dia merasa seakan-akan dia berada di gubuk dekat danau
kecil di tengah hutan.
Pria tersebut sendirinya sedang
merancang beberapa kejutan, tapi apakah dia dapat mengontrol dirinya sendiri
sepenuhnya?
Apakah kesadaran itu? Bukankah
itu salah satu teka teki terbesar alam raya? Apa yang membuat kita “ingat”
segala sesuatu yang telah kita lihat dan alami?
Dia menutup matanya sebentar.
Lalu dia membukanya dan menatap langit-langit lagi. Mekanisme macam apa yang
mendorong kita menciptakan mimpi-mimpi indah malam demi malam?
Hari semakin pagi, dia pun mulai
terlelap..
Ketika jeritan ayam
membangunkannya. Dia keluar dari tempat tidur melintasi ruang-ruang menuju jendela
dan berdiri memandang keluar ke arah ladang padi yang luas, petani-petani yang
giat dan pepohonan yang melambai tertiup angin.
Ketika dia berdiri diasana,
tiba-tiba dia merasa banyak sekali warna-warni yang memenuhi kepalanya. Dia
ingat apa yang diimpikannya. Tapi rasanya itu lebih dari sebuah impian biasa,
dengan warna-warni dan bentuk-bentuknya yang begitu hidup....
Kemudian pria tersebut duduk
diujung balkon. Persis seperti dalam mimpinya. Lalu dia mendengar suara yang
sangat lembut berbisik memanggil namanya. Suara berasal dari seorang paruhbaya,
entah siapa dirinya.
Seseorang paruhbaya tersebut
terus saja berbisik pada pria dalam lamunannya...
“kita telah berada di abad kita
sendiri. Sejak sekarang kamu harus berorientasi pada dirimu sendiri. Dasar-dasar
itulah yang paling penting. Tapi kita harus bertemu untuk membicarakan tentang
zaman kita sendiri.”
“Haruskah aku datang ke tempat
anda?”
“Tidak, jangan, semuanya kacau
balau.”
“Apa yang akan anda bicarakan?”
“Eksistensialisme!”
“Eksistensialisme?”
“Ya, eksistensialisme adalah humanisme.
eksistensialis berangkat dari ketiadaan menuju kemanusiaan itu sendiri. Eksistensi
tidak sama dengan hidup, karena Tanaman dan Binatang juga hidup, mereka eksis,
tetapi mereka tidak harus memikirkan tentang apa yang diimplikasikannya. Manusia
adalah makhluk hidup yang sadar akan eksistensinya sendiri. Keberadaan manusia
karenanya tidak sama dengan keberadaan makhluk dan benda-benda lain.”
“Itu pernyataan yang sulit”
“Tidak ada gunanya untuk mencari
makna dari kehidupan pada umumnya. Kita memang ditakdirkan untuk membuatnya
sendiri. Kita seperti aktor-aktor yang diseret ke atas panggung tanpa
mengetahui peran kita, tanpa naskah dan tanpa juru bisik yang akan membisikkan
kepada kita apa yang harus kita lakukan diatas panggung. Kita harus memutuskan
sendiri bagaimana cara kita hidup.”
“Ya”
“Manusia merasa terasing dalam
sebuah dunia tanpa makna. Perasaan terasing manusia di dunia menciptakan
keputusasaan, kebosanan, kemuakkan dan absurditas.”
“Apakah itu?”
“Orang merasa terasing sebab beranggapan
bahwa tidak ada sesuatupun yang mempunyai arti dan apa saja boleh dilakukan. Saya
tidak setuju, karena saya percaya bahwa kehidupan pasti mempunyai arti. Tidak bisa
tidak. Tapi kita sendirilah yang harus menciptakan arti dalam kehidupan kita. Eksis
berarti menciptakan kehidupan kita sendiri.”
“Dapatkah anda memberikan contoh?”
“Dua orang dapat saja berada di
dalam ruangan yang sama, namun tetap merasakannya dengan cara yang sangat
berbeda. Ini karena kita memberikan makna kita sendiri atau kepentingan kita
sendiri. Seorang wanita sedang hamil mungkin beranggapan bahwa dia melihat
wanita-wanita hamil lain kemanapun dia memandang. Itu bukan karena sebelumnya tidak
pernah ada wanita hamil. Tapi karena sekarang dia dalam keadaan hamil maka dia
memandang dunia dengan mata yang berbeda. Seorang tahanan yang melarikan diri
mungkin melihat polisi dimana-mana.”
“mmmm aku mengerti, kehidupan
kita sendiri mempengaruhi cara kita memandang dan memberikan arti dalam segala
sesuatu di dalam ruangan. Maka kini mungkin menjelaskan mengapa aku ‘terlambat’.”
Bisikan seorang paruhbaya
tiba-tiba menghilang, dan pria tersebut tersadar dari lamunannya, seraya kaget
karena dikejutkan oleh sepeda yang lewat depan balkon secara tiba-tiba dengan
gerakan mendadak.
Komentar
Posting Komentar